Tuesday, February 26, 2013

Sayap Pelindung bayi



Alarm berbunyi pukul 05.00, namun orang yang menciptakan snooze sungguh mengerti mengapa kita sulit sekali bangun pagi, hingga akhirnya kita snooze dan bangun 5.30 seperti hari-hari kerja sebelumnya.

Kami meninggalkan buah hati pertama kami yang berumur 9 bulan tertidur lelap di ranjang setinggi +/- 80 cm dikelilingi dengan bantal di bagian atas, samping kanan&kiri serta bawah. Sementara ia tidur diatas, kami melakukan aktivitas di lantai bawah seperti biasa sarapan, mandi, menyiapkan diri untuk berangkat bekerja. Dan seperti biasanya, buah hati kami kalau terbangun biasanya dia akan menangis, entah minta susu atau merasa tidak nyaman. Istriku paling peka telinganya mendengar tangisan buah hati kami.

Namun hari ini ada sesuatu yang sangat berbeda dari "biasanya" bukan suara tangisan yang terdengar, tetapi bunyi suara keras, sesuatu yang cukup berat menimpa lantai atas kami. "BRAKKK!!" Sejenak kami terkejut dan berpikir apa yang jatuh, sepersekian detik kemudian, meledaklah suara tangisan.

Saya dan istri saling bertatap muka, seakan kita berdua memiliki dugaan yang sama, dengan segera saya berlari ke atas menuju kamar kami tempat dimana sang buah hati tertidur. Dan apa yang saya temukan membuat nafas saya terhenti untuk beberapa saat.  Buah hati kami dalam posisi merangkak seperti mau jalan, di iringi tangisnya, secepat kilat saya gendong. Namun ketika di gendong ia seperti kejang (kaget) dan langsung mengeluarkan suara jeritan paling kerasnya seakan berteriak dengan orang yang berada di puncak gunung yang berbeda. Setelah beberapa saat dia berteriak, gemanya masih terngiang di kepalaku sementara saya memeluknya.

Saya segera menyalakan lampu kamar untuk melihat keadaannya, apakah ada yang terluka. Ataga... bagian kepala sebelah kiri bengkak hingga ke pelipis mata. Saya segera turun dan meminta istri untuk menelpon dokter anak di rs terdekat, untuk buat janji. Kalau perlu dibawa ke UGD dahulu. Saat istri menelpon RS, tanpa sadar mata saya basah, dan dada terasa sesak. Mulut saya gemetar ingin mengucapkan sebuah kalimat sederhana. Namun kalimat itu tak kunjung terucap keluar dari mulut saya.

Entah kenapa semakin besar usaha saya untuk mengucapkan kata-kata itu, semakin deras air mengalir membasahi pipi saya. Dan tidak bisa ditahan, melihat keadaan buah hati yang kepalanya bengkak merah hingga biru, sampai ke pelipis mata kiri. Mungkin karena saya sempat trauma karena buah hati kami pernah mengalami operasi jantung pada saat umurnya masih 3 minggu, dan perasaan itu masih tertanam kuat di hati saya.

Istri saya yang habis menelpon RS, melihat saya memeluk erat buah hati kami, entah kenapa ikut mengeluarkan air mata. Bibir ini masih terus bergetar, antara menahan jatuhnya air mata, dan berusaha mengucapkan satu kalimat sederhana. Kalimat itu adalah "Maaaf~kaan Kammi yaa.., saa~yang". hingga selang beberapa saat, ketika emosi ini sudah mulai agak terkontrol, akhirnya terucap kata yang artinya kurang lebih sama "ma~afin... ya de". Pada saat itu juga, buah hati kami tersenyum dan tertawa, seakan-akan ingin mengatakan kepada kami. "jangan khawatir papa mama, saya sudah tidak apa-apa" sambil tersenyum dari bibirnya yang tipis serta tatapannya yang ceria.

Singkat cerita kami akhirnya membawa buah hati kami ke Rumah sakit segera. Hal yang terpikir saat itu adalah membawa langsung ke UGD RS Puri. karena itu rumah sakit terdekat dari rumah saya. Disana kami bertemu dengan dokter umum di UGD. Di sana dokter langsung memeriksa kepala buah hati kami.
Sambil kami baringkan di tempat tidur, sang dokter menekan perlahan-lahan kepalanya. Ketika kena bagian yang sakit, langsung buah hati kami berteriak sekeras-kerasnya, seraya ingin memberitahu kepada semua orang disana bahwa itu sangat menyakitkan. Dokter bertanya kepada kami, apakah ada muntah, demam ? kami bilang tidak. Lalu dokter bilang, sepertinya dia baik-baik saja, karena anaknya masih aktif. Namun di observasi dahulu, nanti kita berikan obat penahan sakit melalui dubur dan dikompres kepalanya. Lalu dokter tersebut meninggalkan kami.

Beberapa menit kemudian, datang suster membawa obat penahan rasa sakit. Dengan sopan ia meminta istri saya untuk menggendongnya seperti saat menyusui. setelah kami membuka celana dan pampers setengah, suster segera memasukan obat penahan sakit ke duburnya. Setelah itu suster tersebut mengatakan, masih bayi ya. Kalau bayi itu biasanya meski terkadang kita suka serem atau khawatir, karena jatuh kepala duluan dari tempat tidur atau tempat yang cukup tinggi, tetapi entah kenapa ia secara ajaib tidak apa-apa. Sudah banyak kok kasus seperti ini, dan semuanya tidak apa-apa. Konon karena bayi itu "memiliki sayap Pelindung" katanya sambil tersenyum. Dan entah kenapa penjelasan itu lebih mengena di saya ketimbang penjelasan dokter yang teknis dan medis.

Status Blog